Berbinar karena Pasir
Assalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Sejak bisa jalan, Ifa sudah sangat suka bermain pasir. Kalau
sudah ketemu pasir, ia bisa asyik duduk berjam-jam di depan rumah, asyik mainan
pasir. Diletakkannya di wadah-wadah mainan, lalu dituang lagi. Kadang pasir
dianggapnya sebagai adonan roti, kadang dianggapnya sebagai bubur, dan berbagai
hal lainnya.
Dulu belum ada pasir kinetic seperti saat ini. Bahkan meski
akhirnya sudah kami belikan pasir kinetic sekalipun, ia tetap lebih nyaman
bermain pasir yang biasa ada di jalan atau di depan rumah tetangga yang sedang renovasi
rumah. Aku sendiri tidak pernah melarangnya main pasir, asal setelahnya ia
harus cuci kaki dan tangan, kalau perlu mandi biar pasir yang menempel di
tubuhnya luruh terkena air.
Toh bermain pasir lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya. Bermain pasir bisa membantu anak memaksimalkan sensorinya, buat anak seusia Affan bermain pasir juga bisa memperkuat fisiknya, mengangkat ember dan serok untuk mengambil pasir, lalu membawanya berpindah ke tempat lain. Bermain pasir juga melatih kognitif anak-anak, mereka akan berimajinasi untuk membentuk pasir dan memperlakukan pasir sesuai imajinasi mereka. Selain itu ternyata bermain pasir juga bagus untuk meningkatkan sosial emosinya. Selain bisa melatih bersosialisasi ketika bermain pasir bersama teman, pasir juga bisa meredakan emosi anak yang sedang buruk menjadi lebih baik.
Jadi apa yang perlu aku khawatirkan dari bermain pasir?
Melihat Ifa yang sangat senang bermain pasir, aku malah berencana ingin membuat
pojok pasir untuknya. Jadi kami tak takut pasir mengotori ruangan lain. Hanya boleh
bermain pasir di area tersebut. Tak lupa aku juga membiasakan Ifa untuk
bertanggungjawab setelah main. Harus menyapu pasir-pasir yang berceceran dan
mengembalikan alat-alat main ke tempatnya.
Wassalammualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
#semuaanakadalahbintang
#institutibuprofesional
#kelasbundasayang
No comments for "Berbinar karena Pasir"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar, tapi mohon tidak menyisipkan link hidup.
Salam Peradaban,
Bunda Marita